Minggu, 22 Juli 2018

Penyiar Radio

@d.purwati, ku tau dia memiliki nama Dewi Purwati. Gadis belia yang jauh lebih muda dariku. Usianya baru 21 tahun. Seorang penyiar radio RRI Pro 2 Manado. Langsing, berambut panjang, ada tahi lalat di dekat bibirnya. Inilah perempuan ke dua yang kutau dekat dengan mu.

Entah kapan tepatnya kalian bertemu, tapi kalau membaca dari twitter kalian bertemu sekitar 30 November 2014. Saat itu kamu sedang ditunjuk sebagai juri untuk acara stand up comedy manado, dan dewi datang. Di sanalah, di Coffee island tempat kalian bertemu dan berkenalan. Kamu sering request lagu saat dewi sedang on air. Dan kelamaan kamu semakin dekat dengannya.

Alih-alih bilang pergi nonton sama anak-anak stand up comedy ternyata kamu malah nonton berdua sama Dewi. Bahkan kamu jadikan siaran radio bareng Dewi sebagai ajang bertemu dan menghabiskan hari-hari kamu di Manado yang sebentar lagi akan berlalu.



"Always" dan "My oke" adalah sebutan sayang untuk kalian berdua menyapa satu sama lain yang akhirnya aku tau kata tersebut diambil dari film The Fault In Our Stars sebuah film yang kalian deklarasikan sebagai film kalian berdua.

Juga ice cream itu, Mc flurry, yang suka kalian makan bersama. Kini aku menjauhkan ice cream itu sari hidupku karena aku muak jika saat melihat mc flurry yang terlintas adalah muka kalian berdua bersama.

Kamu memang pintar menyembunyikan semua dariku, atau aku yang terlalu bodoh begitu percaya dengan mu.

8 Desember [Malam]

Tidur malamku mulai terganggu. Aku susah memejamkan mata, pikiranku hanya terfokus ke Agya dan Dewi bahkan agha pun harus melihat aku menangis sebelum ia tidur. Terkadang aku harus menangis dipundaknya yang kecil. Mungkin dia merasakan apa yang aku rasakan.

Saat kamu terlelap di malam hari, aku mencoba membuka smartphone kamu yang kala itu kamu lock dengan patern. Patern itu bisa aku buka karena kau tau password gmail kamu, dan aku kembalikan ke lock standar.

Saat HP kamu sudah bisa aku buka, aku baca seluruh chat wa kamu. Namun sayang aku hanya menemukan chat wa kamu dengan Agya, bukan dengan Dewi. Walau demikian aku sedih karena ternyata kamu pun janjian akan bertemu Agya di daerah ciputat. Hanya saja waktunya masih belum ditentukan. Ya Allah bagaimana ini, gimana caranya aku mengetahui suamiku jalan dengan Agya atau enggak? Gimana caranya aku membatalkan rencana mereka bertemu.

Seperti biasa sebelum aku sudahi stalkingku, aku screen shoot semua percakapan wa nya. Dan aku harus punya jawaban kalau suamiku tanya kenapa password hpnya berubah. Tapi aku rasa ia enggak akan berani bertanya.
























Senin, 12 Januari 2015

8 Desember 2014 [Part 2]

Aku tutup sebentar twitternya, aku mencoba menata amarah yang sedang menyala. Sempat aku berpikir ini yang ganjen siapa sebenarnya. Agya kah, suamikukah, atau keduanya?

Saat amarahku sudah sedikit hilang, aku siap untuk melanjutkan stalking. Aku kembali membuka direct message. kini aku buka DM urutan ke 2 dari @d.purwati. Di awal percakapan tampak jelas sekali mereka baru kenal, saling bertukar no.hp lalu mereka saling bertegur sapa dan mereka saling sering bertemu. Ketika percakapan sampai pada saat suamiku akan kembali ke Jakarta, ada perih di dalam dada. Kini hatiku benar-benar terasa disayat-sayat. Aku bersusah payah untuk menahan air mata. Semakin aku baca, air mataku semakin enggak bisa aku tahan.

Aku tutup twitter di cpu, aku mengambil hp dan lari ke toilet pribadi kantor. Di toilet tersebut tangisanku meledak. Aku menangis sejadi-jadinya, sambil kembali aku baca DM dari @d.purwati untuk suamiku. Ya tuhan Apa yang terjadi di sana saat suamiku jauh dari ku. Kenapa seperti ini? Apa yang salah? Waktukah, jarak kah? Aku merasa aku ini terlalu mudah dipermainkan.

Layar hp ku mulai basah dengan air mata. Aku baca satu persatu percakapan mention antara suamiku dengannya. Sambil aku mengingat kembali saat suamiku ijin untuk melakukan siaran radio. Saat itu aku sempat telfon tapi enggak diangkatnya. Lalu dia telfon aku balik, sambil aku berbicara dengan suamiku, terdengar di belakang suara perempuan yang kini aku kenal bernama Dewi Purwati berbicara "Agha mana? salam buat Agha ya dari tante Dewi" Saat itu aku yang enggak punya pikiran apa-apa, hanya diam. Aku menganggap Dewi hanyalah salah satu temanmu di sana.





Hati aku hancur sehancur-hancurnya membaca itu semua. Aku kembali ke ruang kantor dengan mata sembab. Aku enggak bisa konsentrasi untuk kerja. Yang aku bingung bagaimana aku harus bersikap ke suamiku saat di rumah. Aku enggak mungkin bertengkar di depan orangtuaku dan anakku. Tapi rasanya aku ingin segera teriak di depan mukanya tentang ini semua.

 Sore hari kamu jemput aku pulang kerja, aku duduk di belakang kamu sampai aku enggak sanggup melingkarkan tangan di pinggangmu. Sepanjang perjalanan pulang hingga rumah, aku menangis. Mungkin kamu enggak tau aku nangis, mungkin kamu masih mengira aku enggak tau apa yang kamu perbuat di belakang aku selama di Manado.

Malam harinya, setelah aku mengetahui sebuah kenyataan, aku baru menyadari dengan telak perubahan sikap kamu. Kamu mulai sering memegang hp. Hp enggak pernah lepas dari tanganmu. Hp mulai kamu password.

Saat kamu selesai makan, dengan alasan merokok kamu betah berlama-lama di teras depan, bahkan setelah Agha tidur, kamu kembali duduk di teras depan sambil memegang hp. Aku memperhatikan timeline twitter dan facebook kamu, yang penuh dengan percakapan dengan Agya dan Dewi.

Sejak detik itu, aku memutuskan untuk berpura-pura enggak terjadi apa-apa. aku sembunyikan semua yang aku tau. Aku penasaran sampai di mana kamu bermain di belakangku.

Jumat, 09 Januari 2015

8 Desember 2014 [Part 1]

8 Desember 2014,

Hari di mana tuhan memberikan aku sebuah kemampuan untuk menjadi seorang stalker :D.

Akibat dari percakapan suami kemarin yang minta ijin ke Bandung untuk menemui sang editor, Agya, membawa dampak buruk buatku di kantor. Sejak pagi begitu duduk di kursi, aku sangat enggak nyaman dengan perasaan ini. Tapi percayalah, saat istri merasa enggak nyaman dengan sikap suami, kamu pasti akan menemukan hal yang luar biasa.

Jujur aku sangat curiga dengan suamiku. Aku merasa dia punya hubungan dengan Agya. Kalau enggak, kenapa sampai segitu pentingnya dia mau ke Bandung tanpa mengajak aku.

Pagi itupun aku memulai dengan membuka twitterku. Ya, akupun melihat cuitan suamiku dengan Agya (dan beberapa temannya) mendominasi timelineku pagi itu. Aku pun mampir ke twitter Agya. Ku pandangi sebuah profile picture seorang wanita berhijab, kulitnya putih, tampak terpelajar. Aku buka media-nya yang berisi banyak foto selfienya. ":Cantik" gumamku. Aku membaca beberapa cuitannya dengan teman-temannya. Mm.. Tampaknya Agya seorang yang banyak waktu luangnya, sehingga hampir setiap menit ia bisa berkomunikasi dengan followernya.

Sekitar 1 jam aku bolak balik mengintip ke akun twitter @Agyasaziya_R dan @Yandhirama. Aku memang enggak menemukan apa-apa. Tapi entah hati ini seakan menekan dan mendorongku untuk melihat lebih dalam lagi.

Akhirnya aku memutuskan untuk membuka twitter suami. Sejujurnya aku tau semua akun sosial media suamiku. Namun, aku bukanlah perempuan kepo yang selalu ingin tahu kegiatan suamiku. Aku bahkan hampir enggak pernah mengecek HP miliknya, karena aku percaya dia enggak akan melakukan hal yang buruk.

Setelah aku login, pertama yang aku lihat adalah mention-mention yang masuk. Semua masih biasa saja menurutku. Lalu aku mulai memasuki direct message-nya. Di sanalah aku menemui percakapan suamiku dengan Agya. Aku baca dengan teliti, aku merasa jijik. Karena perempuan ini sangat lantang berbicara mengenai sex dengan suami.

Rasa kesal berkecamuk di dada. Langsung aku screenshoot percakapan itu, yang rencananya aku akan labrak suamiku segera. Aku merasa di tipu, apakah ini project buku yang sedang ia buat, atau hanya kamuflase untuk pdkt?



Itu hanya sebagian kecil dari apa yang bisa aku screen shoot. Aslinya lebih banyak lagi percakapannya.

Rasanya saking marahnya ini tangan sampai gemetar mirip orang yang belum makan seminggu. Kepala sampai pusing nahan emosi.

Kamis, 08 Januari 2015

Sang Editor

Agyasazia, seorang perempuan yang ku kenal sebagai blogger awalnya, ternyata dia seorang penulis juga. Cil, panggilan sapaan suamiku untuk si Agya.

Aku tau nama Agya sebenarnya jauh sebelum suamiku kembali ke Jakarta. Nama akun twitternya @Agyasaziya_R lah yang sering mampir disetiap mention twitter suamiku. Bercanda, saling ledek hampir setiap hari muncul di timeline twitterku. Ya, karena twitterku dan suamiku saling memfollow satu sama lain.

Suatu hari suamiku yang saat itu masih di Manado bercerita tentang niatan untuk membuat sebuah buku bersama Agya. Suamiku yang menjadi penulisnya dan Agya yang menjadi editornya. Tentunya aku hanya menjawab "Ooh.." sebagai balasan atas curhatana dia kala itu.

Suamiku sangat hidup di twitter dan di facebook. Tambah lagi twitternya yang selalu di link ke facebook membuat timeline FB nya pun seperti setiap menit update.

Suatu hari ada yang janggal dari cuitan twitter suamiku. Entah kenapa aku sering menemukan cuitan suamiku seperti anak ABG yang sedang patah hati, atau sedang menjalankan hubungan jarak jauh dengan seseorang. Yang pasti bukan denganku, karena kalau dengan ku enggak akan jadi sedramatis itu karena kita masih saling komunikasi saat itu.


Namun setiap kali aku tanya kenapa selalu mencuit kayak gitu? Dia selalu jawab hanya ide untuk tulisan. Aku juga merasa semenjak kamu berniat menjadi penulis, kamu menjadi arogan. Kalau bicara enggak ada tedeng aling-aling terlalu frontal. Memang kamu bicara sesuai kenyataan, tapi bukan berarti kamu bisa bicara frontal tentang kekurangan seseorang dengan lantang. Aku merasa kamu jadi enggak punya hati. Apakah ini karena kamu terlalu menjiwai untuk mendapatkan feel dari tulisan kamu atau karena efek membaca buku-buku keluaran komika?

Kembali ke sang editor. Agya ini mojang Bandung, perempuan muda, berhijab, cantik. Sempat menelisik sedikit ke twitternya kala itu, tampaknya ia orang yang sangat expresif. Follower dia juga banyak, ia penyuka anime kelihatanya. Tapi aku memutuskan untuk enggak menggali lebih dalam tentang siapa dia. Cukup itu saja.


Sabtu, 03 Januari 2015

7 Desember 2014

7 Desember 2014,

Betapa bahagianya hari ini, bukan cuma miliku saja tapi milik laki-laki cilik yang sudah menunggu lama ayahnya pulang. Karena ia berharap bisa pergi jalan-jalan dengan ayah dan bundanya lagi, setelah setahun di tinggal ayahnya tugas ke luar kota. Ya, setahun walaupun lebaran pulang dulu tapi setelah lebaran balik lagi ke Manado.

Ini anak saking senengnya, dari pagi nungguin di teras depan rumah sambil lihat ke langit. "Nda, ayah tuh, nda!" Sambil menunjuk ke pesawat yang pas kebetulan melintas di langit rumah. "Iya, berarti sebentar lagi ayah sampai". Sekitar jam 1 siang, tamu yang paling ditunggu datang. Bawa sekerdus oleh-oleh yang langsung diporak porandakan Agha, dan 1 tas besar berisikan baju. Agha yang sangat antusias dengan kerdus oleh-oleh, melempar-lempar oleh-oleh ke lantai. "Mana mobilan aku?" Hahaha.. dasar anak kecil, padahal ayahnya bawain oleh-oleh baju Manado yang dicari malah mobil-mobilan.

Setelah istirahat dan melepas rindu, sambil menyuapi Agha yang joget-joget menirukan gerakan Barney, film kesukaannya, Kamu membuka pembicaraan.

"Bun, nikahan Elsa kita nggak usah dateng ya? Repot. apalagi bawa Agha"
"Ya, nggak apa. Baru aku mau bilang gitu"
"Tapi Bun, kayaknya nanti Desember tanggal 25an gitu aku mau ke Bandung juga, sih?"
"Ada apaan emangnya?"
"Mau ketemua sama Agya"
"Mau ngapain?" Tanyaku
"Mau ketemu aja, salam tempel aja gitu. Masa selama ini ngobrol tapi enggak pernah ketemu"

Aku diam, enggak menyetujui ataupun menyanggah ucapannya.

"Aku sekalian mau ngomongin masalah project nulis aku. Gimana nantinya"
 "Apa segitu pentingnya ketemu Agya?!" Aku mulai agak ngegas
"Penting banget!" Jawabnya lantang

Aku kesal. Apa segitu pentingnya kah project menulis itu? Hingga dia lupa kalau ada istri di depannya? Masalahnya dia akan ketemu dengan wanita lain yang dia sendiripun belum pernah ketemu, komunikasi hanya lewat jejaring sosial. Ditambah lagi, dia akan ke Bandung enggak pakai ngajak istrinya. Aneh banget.

Dari sanalah, dari percakapan itulah aku mulai mencium gelagat yang enggak enak dari suamiku. Mungkin Allah mempunyai cara, dan mengatur ini semua dengan sangat baik untuk aku mengetahui sesuatu.

Jumat, 02 Januari 2015

Kamu

Kamu, adalah laki-laki yang ku kenal sejak kita memakai seragam putih biru. Teman bercanda, teman kumpul bareng hingga kita sama-sama menginjakan kaki kita di universitas yang sama.

Masih ingatkah, pelukan yang pernah kamu berikan ke aku saat cintaku dulu pun pernah dikhianati saat kuliah. Aku menangis di sudut kampus, dan kamu melihatku dan memeluku kala itu. "Semangat ya, gue yakin lo pasti kuat ngadepin ini."

Masih ingatkah, ketika kamu memelukku lagi dihari wisuda kita. Ya, akhirnya kita lulus berbarengan juga. Tampak bahagianya kamu saat melihatku memakai toga bersama. Tanpa sadar kamu memeluku di depan pacarku yang kemarin menyakitiku. "Akhirnya kita lulus bareng!" ucapmu

Masih ingatkah, pada akhirnya kamulah orang yang pertama kali aku hubungi ketika lagi-lagi hubungan percintaanku gagal. Dan saat itu kamu yang baru pulang dari luar kota, sontak mengajakku jalan ke Mall dikawasan Blok M. Di sana kamupun bercerita tentang hubunganmu dengan pacarmu juga sedang retak karena suku.

Masih ingatkah, ketika pada akhirnya gue-elo berubah menjadi aku-kamu entah kapan itu. 1 April pada akhirnya kita mendeklarasikannya sebagai hari jadian kita malam hari sebelum kamu berangkat kembali ke Lampung.

Masih ingatkah, pada akhirnya kamu mengajak aku menikah di Mei 2011. Semua berjalan begitu sempurna tidak ada celah