Senin, 12 Januari 2015

8 Desember 2014 [Part 2]

Aku tutup sebentar twitternya, aku mencoba menata amarah yang sedang menyala. Sempat aku berpikir ini yang ganjen siapa sebenarnya. Agya kah, suamikukah, atau keduanya?

Saat amarahku sudah sedikit hilang, aku siap untuk melanjutkan stalking. Aku kembali membuka direct message. kini aku buka DM urutan ke 2 dari @d.purwati. Di awal percakapan tampak jelas sekali mereka baru kenal, saling bertukar no.hp lalu mereka saling bertegur sapa dan mereka saling sering bertemu. Ketika percakapan sampai pada saat suamiku akan kembali ke Jakarta, ada perih di dalam dada. Kini hatiku benar-benar terasa disayat-sayat. Aku bersusah payah untuk menahan air mata. Semakin aku baca, air mataku semakin enggak bisa aku tahan.

Aku tutup twitter di cpu, aku mengambil hp dan lari ke toilet pribadi kantor. Di toilet tersebut tangisanku meledak. Aku menangis sejadi-jadinya, sambil kembali aku baca DM dari @d.purwati untuk suamiku. Ya tuhan Apa yang terjadi di sana saat suamiku jauh dari ku. Kenapa seperti ini? Apa yang salah? Waktukah, jarak kah? Aku merasa aku ini terlalu mudah dipermainkan.

Layar hp ku mulai basah dengan air mata. Aku baca satu persatu percakapan mention antara suamiku dengannya. Sambil aku mengingat kembali saat suamiku ijin untuk melakukan siaran radio. Saat itu aku sempat telfon tapi enggak diangkatnya. Lalu dia telfon aku balik, sambil aku berbicara dengan suamiku, terdengar di belakang suara perempuan yang kini aku kenal bernama Dewi Purwati berbicara "Agha mana? salam buat Agha ya dari tante Dewi" Saat itu aku yang enggak punya pikiran apa-apa, hanya diam. Aku menganggap Dewi hanyalah salah satu temanmu di sana.





Hati aku hancur sehancur-hancurnya membaca itu semua. Aku kembali ke ruang kantor dengan mata sembab. Aku enggak bisa konsentrasi untuk kerja. Yang aku bingung bagaimana aku harus bersikap ke suamiku saat di rumah. Aku enggak mungkin bertengkar di depan orangtuaku dan anakku. Tapi rasanya aku ingin segera teriak di depan mukanya tentang ini semua.

 Sore hari kamu jemput aku pulang kerja, aku duduk di belakang kamu sampai aku enggak sanggup melingkarkan tangan di pinggangmu. Sepanjang perjalanan pulang hingga rumah, aku menangis. Mungkin kamu enggak tau aku nangis, mungkin kamu masih mengira aku enggak tau apa yang kamu perbuat di belakang aku selama di Manado.

Malam harinya, setelah aku mengetahui sebuah kenyataan, aku baru menyadari dengan telak perubahan sikap kamu. Kamu mulai sering memegang hp. Hp enggak pernah lepas dari tanganmu. Hp mulai kamu password.

Saat kamu selesai makan, dengan alasan merokok kamu betah berlama-lama di teras depan, bahkan setelah Agha tidur, kamu kembali duduk di teras depan sambil memegang hp. Aku memperhatikan timeline twitter dan facebook kamu, yang penuh dengan percakapan dengan Agya dan Dewi.

Sejak detik itu, aku memutuskan untuk berpura-pura enggak terjadi apa-apa. aku sembunyikan semua yang aku tau. Aku penasaran sampai di mana kamu bermain di belakangku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar